Pengalaman magang I dan magang II merupakan
pengalaman yang tak terlupakan untuk kami calon guru (CAGUR) khususnya calon
guru SD Universitas PGRI Semarang. Kita dapat belajar kararakter siswa di
lapangan secara nyata. Adapun yang dapat kami lihat antara lain : proses
pembelajaran, perangkat pembelajaran, media pembelajaran, sarana dan prasarana
pembelajaran segala sesuatu yang mendukung proses pembelajaran di sekolah.
Berkaitan dengan mata kuliah Pendidikan Inklusi,
saya ingin menceritakan sedikit pengalaman saya mengenai magang II di salah
satu SD Semarang. Pengalaman yang tak terlupakan bagi saya karena setelah
magang I yang dilakukan di SD terpencil yang saya pilih sendiri lokasinya, kali
ini saya berkesempatan untuk mengobservasi di SD yang lokasinya di kota.
Terdapat banyak perbedaan yang saya jumpai saat
berada di SD terpencil dan SD di kota. Karena pada dasarnya mereka mempunyai
karakteristik tersendiri. Tapi saya tidak akan membahas terlalu panjang
mengenai karakteristik sekolah di desa dan di kota, melainkan yang akan kita
bahas pada kali ini kita akan berbicara mengenai pendidikan inklusi. Apa itu
pendidikan inklusi?
Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak
normal pada umumnya untuk belajar. Secara umum pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memili ki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara ( UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1).
Penulis menyimpulkan dari pengertian diatas bahwa
pendidikan inklusi merupakan pendidika n yang menyatukan antara anak- anak
berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya sehingga mereka dapat belajar
bersama sehingga terwujud suasana belajaran yang aktif dan menyenangkan.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibagi menjadi dua
kelompok :
a.
Anak berkebutuhan
khusus temporer (sementara)
Misalnya : anak- anak yang berada di
lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak- anak jalanan (anjal),
anak- anak korban bencana alam, anak- anak di daerah perbatasan dan di pulau
terpencil, serta anak- anak yang menjadi korban HIV-AIDS.
b.
Anak
berkebutuhan khusus permanen (tetap)
Misalnya: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, autis, ADHD ( Attention
Deficiency and Hiperactivity), anak berkesulitan belajar, anak berbakat dan
sangatt cerdas.
Di sekolah tempat saya magang II terdapat anak
berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Salah satunya adalah murid kelas IV
dia adalah Charis Dika Aberi. Saya menggolongkan Dika sebegai anak berkebutuhan
khusus karena Dika mengalami kesulitan belajar. Dalam proses pembelajaran Ia
hanya main- main dan tidak pernah mengerti/ memahami materi yang diberikan oleh
guru kelas. Pada saat saya wawancarai mengenai nama dan pekerrjaan orang tua,
Dika bahkan tidak tau atau tidak bisa menjawab pertanyaan dari saya. Melainkan teman
sebangkunya yang tau nama orang tua dan pekerjaannya. Ternyata Dika mempunyai
orang tua yang pekerjaannya adalah pedagang bakso.
Bahkan dia sering bersama neneknya daripada dengan
orang tuanya sendiri.
Orang tua yang kesehariannya sibuk membuat Dika
kurang dari kata kasih sayang, Dika cenderung lebih memilih bermain dengan
teman- teman di sekitarnya setiap hari dari pada belajar. Peneliti menyimpulkan
bahwa Dika merupakan anak berkebutuhan khusus temporer karena orang tua yang
memiliki strata sosial ekonomi yang rendah dan Dika kurang dari perhatian orang
tua.
Di sekolah tempat magang II juga terdapat anak
berkebutuhan khusus permanen yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
Kesimpulan dari pengalaman magang II peneliti menyimpulkan bahwa seharusnya
sekolah menyelenggarakan Sekolah Inklusi dengan menyediakan guru pendamping
dalam setiap kelas dan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan anak
berkebutuhan khusus dan anak normal pada umumnya sehingga pembelajaran yang
dilakukan disekolah dapat terjalin secara harmonis, hubungan sekolah dengan
lingkungan masyarakat juga diperlukan agar orang tua/ wali murid memperoleh pengetahuan lebih mengenai Sekolah
Inklusi.
0 komentar:
Posting Komentar